RSS
Write some words about you and your blog here

Prinsip Etika Profesi Akuntansi dan Contoh Kasus Pelanggaran Etika Akuntan

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
(1) Prinsip Etika,
(2) Aturan Etika, dan
(3) Interpretasi Aturan Etika.

Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.

Prinsip Etika Profesi Akuntan
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hokum untuk mengungkapkannya
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

Dalam kode etik yang telah disebutkan pada Etika profesi akuntan telah diatur bagaimana seharusnya para akuntan bertindak. Akan tetapi pada kenyataannya, selalu ada penyimpangan- penyimpangan yang dilakukan oleh para akuntan. Penyimpangan- penyimpangan ini tentunya berdampak kurang baik terhadap kredibilitas maupun nama baik akuntan di mata masyarakat. Salah satu contoh kasus pelanggaran etika oleh akuntan yaitu:

Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya.

Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.

Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.

ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.

Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya.

Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.


PEMBAHASAN: Dalam kasus tersebut, akuntan yang bersangkutan banyak melanggar kode etik profesi akuntan. Kode etik pertama yang dilanggar yaitu prinsip pertama tentang tanggung jawab profesi. Prinsip ini mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi jasa professional memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk masyarakat dan juga pemegang saham. Dengan menerbitkan laporan palsu, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan.
Kode etik kedua yang dilanggar yaitu kepentingan public dan objektivitas. Para akuntan dianggap telah menyesatkan public dengan penyajian laporan keuangan yang direkayasa dan mereka dianggap tidak objective dalam menjalankan tugas. Dalam hal ini, mereka telah bertindak berat sebelah yaitu mengutamakan kepentingan klien dan mereka tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan kepentingan pihak lain.



Sumber:
http://www.scribd.com/doc/16294168/KODE-ETIK-AKUNTAN-INDONESIA
http://www.mail-archive.com/akhi@yahoogroups.com/msg00614.html

(Review) Jurnal Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Profesi Akuntansi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AUDIT
PADA SEKTOR PUBLIK DAN BEBERAPA KARAKTERISTIK
UNTUK MENINGKATKANNYA
Oleh : Nasrullah Djamil


A. PENDAHULUAN

Akuntansi dan pelaporan keuangan suatu unit pemerintahan, menyajikan informasi keuangan yang berguna untuk membuat keputusan ekonomi, politik dan sosial. Untuk memperlihatkan akuntabilitas dan pertanggungjawaban aparatur pemerintah atas tugas yang diberikan kepadanya. Informasi keuangan tersebut juga berguna untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasi. Pemakai informasi keuangan unit pemerintahan menurut Jones & Pendlebury (1996) dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu :
1. Governing bodies,
2. Investors and creditors,
3. Resource providers,
4. Oversight bodies,
5. Constituents.


*) Dosen PNS DPK Pada STIE Nasional Banjarmasin


Dan informasi yang dibutuhkan adalah:
1. Financial viability,
2. Fiscal Compliance,
3. Management performance,
4. Cost of Services provided.

Menurut FASAB (Federal Accounting Standards Advisory Board, 1994) menyebutkan bahwa ada empat kelompok pemakai informasi keuangan yaitu :
citizens (including news media, pressure groups, state and local legislatures and executives, analysts), the legislative branch (including their staff), and two groups in the executive branch, namely the senior members and the program managers. If the terms of federal financial reporting, they are assumed to have four ‘needs’: (1) Budgetary integrity, (2) operating performance, (3) stewardship, (4) Deterring fraud, waste and abuse.

Untuk memenuhi kebutuhan para pemakai tersebut, informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan harus diperiksa oleh auditor yang independen. Dan pada era transparan dan terbuka saat ini, menuntut auditor untuk lebih bertanggung jawab terhadap hasil pemeriksaan yang dilakukan, dengan mendasarkan pada kode etik dan standard profesi. Kontribusi audit adalah untuk menyajikan akuntabilitas, selama dia memberikan pendapat yang independen, apakah laporan keuangan suatu entitas atau organisasi menyajikan hasil operasi yang wajar dan apakah informasi keuangan tersebut disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan kriteria atau aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Pada sektor publik, pemeriksaan biasanya dilakukan oleh BPKP atau oleh akuntan publik atas penunjukkan BPKP, yang dalam menjalankan profesinya akuntan tersebut diatur oleh standar profesional dan kode etik profesi. Dalam pasal 1 ayat (2) Kode Etik Akuntan Indonesia mengamanatkan: bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas, dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas, ia akan bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya. Dengan adanya kode etik ini, masyarakat akan dapat menilai sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar-standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya.
Kontribusi audit ini juga untuk melihat akuntabilitas pemerintah secara riel, menilai integritas, kinerja dan pertanggungjawaban aktivitas pemerintah. Dalam sektor publik ini pengaruh hukum pada praktik audit lebih besar, sehingga auditing pada sektor publik ini menempatkan seorang auditor minimal didasarkan pada audit keuangan dan regularitas, dan lebih jauh pada penilaian value for money. Jadi audit pada sektor publik (pemerintahan) adalah bertujuan untuk memberi jaminan tentang pengendalian intern dalam governmental entity dan ketaatannya pada hukum dan peraturan (Gauthier,1991).
Menurut APB statements (1993) menyatakan bahwa:
As well as financial statements, audit and related service engagements may involve other financial information, or non financial information, such as:
1. the adequacy of internal control systems
2. compliance with statutory, regulatory or contractual requirements
3. economy, efficiency and effectiveness in the use of resources (value for money auditing, and
4. environmental practices

Walaupun sudah ada standar dan kode etik profesi, tapi masih sering terjadi kasus-kasus kolusi dan korupsi atau penyelewengan, sehingga masyarakat mulai menyangsikan komitmen auditor terhadap kode etik profesinya. Jika kode etik dan standar dijalankan dengan benar dan konsisten, maka kasus-kasus penyimpangan tersebut tidak seharusnya terjadi. Untuk itu auditor pemerintah yang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan departemen (lembaga pemerintahan) dan perusahaan - perusahaan milik negara (BUMN/BUMD), dituntut untuk bertindak secara profesional dan mentaati standar pemeriksaan dan aturan perilaku pemeriksaan yang telah ditetapkan, agar kualitas audit dapat dijaga dan ditingkatkan.
Menurut Hunt & Vitell [1986, dalam Khomsiyah & Nur Indriantoro (1998)], bahwa kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka akan adanya masalah etika dalam profesinya, sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya atau masyarakat dimana profesi itu berada, lingkungan profesinya, lingkungan organisasi atau tempat ia bekerja serta pengalaman pribadinya. Sikap masyarakat yang pasif, sistem pengawasan yang masih lemah dari organisasi profesi auditor terhadap anggotanya, kerjasama yang tidak sehat antara BPKP dengan klien, turut mempengaruhi perilaku etika auditor. Bahkan menurut Sudibyo (1995), dunia pendidikan akuntansi mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etika auditor.
Berdasarkan hasil beberapa riset atau survey sebelumnya menyatakan, bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas audit pada sektor publik yang dihasilkan, dan beberapa karakteristik yang dapat meningkatkan kualitas audit ini. [Gauthier, 1991; Aldhizer III, 1995; Raman and Wilson,1994; Deis and Giroux, 1992; dan lain-lain]. Pada artikel ini saya mencoba mengambil intisari intisari beberapa hasil penelitian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kualitas audit tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit, dan beberapa karakteristik untuk meningkatkan kualitas audit tersebut. Organisasi artikel ini saya mulai dengan pendahuluan , kemudian kualitas audit dan hubungannya dengan ukuran auditor, kualitas audit sektor swasta, kualitas audit sektor publik, perbandingan kualitas audit pada sektor publik dan sektor swasta, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit, beberapa karakteristik untuk meningkatkan kualitas audit. Dan tulisan ini diakhiri dengan kesimpulan.

B. KUALITAS AUDIT DAN HUBUNGANNYA DENGAN UKURAN AUDITOR

De Angelo (1981) mendefinisikan audit quality (kualitas audit) sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Probabilitas penemuan suatu pelanggaran tergantung pada kemampuan teknikal auditor dan independensi auditor tersebut. Beberapa penelitian seperti De Angelo (1981); Goldman & Barlev (1974); Nichols & Price (1976) umumnya mengasumsikan bahwa auditor dengan kemampuannya akan dapat menemukan suatu pelanggaran dan kuncinya adalah auditor tersebut harus independen. Tetapi tanpa informasi tentang kemampuan teknik (seperti pengalaman audit, pendidikan, profesionalisme, dan struktur audit perusahaan), kapabilitas dan independensi akan sulit dipisahkan.
Ukuran perusahaan audit menurut Deis & Giroux (1992) diukur dari jumlah klien dan prosentase dari audit fees dalam usaha mempertahankan kliennya untuk tidak berpindah pada perusahaan audit yang lain.
Beberapa penelitian di Amerika dan Australia menyebutkan bahwa adanya hubungan antara kualitas audit dengan ukuran perusahaan audit. Hubungan tersebut terjadi dalam kaitannya dengan reputasi perusahaan audit tersebut. Beberapa penelitian tersebut menyebutkan bahwa:
1. DeAngelo (1981) berargumentasi bahwa kualitas audit secara langsung berhubungan dengan ukuran dari perusahaan audit, dengan proksi untuk ukuran perusahaan audit adalah jumlah klien. Perusahaan audit yang besar adalah dengan jumlah klien yang lebih banyak. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan audit yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan audit yang kecil. Karena perusahaan audit yang besar jika tidak memberikan kualitas audit yang tinggi akan kehilangan reputasinya, dan jika ini terjadi maka dia akan mengalami kerugian yang lebih besar dengan kehilangan klien.
2. Libby (1979) melaporkan bukti bahwa bank loan officers menganggap bahwa adanya perbedaan dalam reputasi dari accounting firms, dia membedakan antara the big eight group dan non the big eight.
3. Shockley (1981) mengindikasikan bahwa persepsi dari independen auditor secara signifikan berbeda antara perusahaan audit yang besar dan kecil.
4. Lennox (1999), menyatakan bahwa perusahaan audit yang besar lebih mampu menangkap signal akan penyelewengan keuangan yang terjadi dan mengungkapkannya dalam pendapat audit mereka.
5. Dye (1993) Auditor yang mempunyai kekayaan atau asset yang lebih besar mempunyai dorongan untuk menghasilkan laporan audit yang lebih akurat dibandingkan dengan auditor dengan kekayaan yang lebih sedikit. Auditor yang memiliki kekayaan lebih besar (deeper pockets) adalah audit size firms yang besar.
Dari beberapa hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa adanya hubungan yang positip antara auditor size dan audit quality, dimana Auditor size dari beberapa penelitian tersebut dinyatakan sebagai auditor yang memiliki klien yang lebih banyak dan mempunyai kekayaan yang lebih besar (deeper pockets) dan berkaitan dengan reputasi auditor tersebut.
Di Indonesia, hubungan antara kualitas audit dengan ukuran perusahaan audit (KAP) belum dapat dilihat dengan jelas, selain belum ada penelitian yang dilakukan juga pasar untuk perusahaan audit belum mencerminkan pasar yang kompetitif. Pada sektor publik, audit biasanya dilakukan oleh BPKP, audit akan dilakukan oleh perusahaan audit (KAP), jika pemeriksaan tersebut diminta oleh BPKP. Sehingga pada sektor publik ini di Indonesia masih belum mencerminkan adanya hubungan antara kualitas audit tersebut dengan Kantor Akuntan Publik (KAP).

C. KUALITAS AUDIT SEKTOR SWASTA (PRIVATE SECTOR)
Seperti yang telah diungkapkan bahwa kualitas audit adalah probabilitas seorang auditor, dapat menemukan dan melaporkan suatu penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien. Probabilitas penemuan penyelewengan tergantung pada kemampuan teknikal auditor, seperti pengalaman auditor, pendidikan, profesionalisme dan struktur audit perusahaan. Sedangkan probabilitas auditor tersebut melaporkan penyelewengan tersebut tergantung pada independensi auditor.
Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) audit yang dilaksanakan auditor tersebut dapat berkualitas jika memenuhi ketentuan atau standar auditing. Standar auditing mencakup mutu profesional (profesional qualities) auditor independen, pertimbangan (judgment) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan auditor.
1. Standar Umum: auditor harus memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang memadai, independepensi dalam sikap mental dan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama
2. Standar pelaksanaan pekerjaan lapangan: perencanaan dan supervisi audit, pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern, dan bukti audit yang cukup dan kompeten.
3. Standar pelaporan: pernyataan apakah laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, pernyataan mengenai ketidakkonsistensian penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, pengungkapan informatif dalam laporan keuangan, dan pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan.

D. KUALITAS AUDIT SEKTOR PUBLIK
Secara teknik audit sektor publik adalah sama saja dengan audit pada sektor swasta. Mungkin yang membedakan adalah pada pengaruh politik negara yang bersangkutan dan kebijaksanaan pemerintahan. Tuntutan dilaksanakannya audit pada sektor publik ini, adalah dalam rangka pemberian pelayanan publik secara ekonomis, efisien dan efektif. Dan sebagai konsekuensi logis dari adanya pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dalam menggunakan dana, baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah itu sendiri.
Agar pelaksanaan pengelolaan dana masyarakat yang diamanatkan tersebut transparan dengan memperhatikan value for money, yaitu menjamin dikelolanya uang rakyat tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada kepentingan publik, maka diperlukan suatu pemeriksaan (audit) oleh auditor yang independen.
Pelaksanaan audit ini juga bertujuan untuk menjamin dilakukannya pertanggung jawaban publik oleh pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pengertian audit menurut Malan (1984) adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai asersi atas tindakan dan kejadian ekonomi, kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan dan kemudian mengkomunikasikannya kepada pihak pemakai.
GAO standard (Malan, 1984) menyatakan bahwa Governmental audit dibagi dalam 3 elemen dasar yaitu:
1. Financial and compliance yang bertujuan untuk menentukan apakah operasi keuangan dijalankan dengan baik, apakah pelaporan keuangan dari suatu audit entity disajikan secara wajar dan apakah entity tersebut telah mentaati hukum dan peraturan yang ada.
2. Economy dan efficiency, untuk menentukan apakah entity tersebut telah mengelola sumber-sumber (personnel, property, space and so forth) secara ekonomis, efisien dan efektif termasuk sistem informasi manajemen, prosedur administrasi atau struktur organisasi yang cukup.
3. Program results, menentukan apakah hasil yang diinginkan atau keuntungan telah dicapai pada kos yang rendah.
Ketiga hal tersebut dijalankan auditor dalam melakukan pemeriksaan untuk mencapai kualitas audit yang baik. Dan berdasarkan beberapa pendapat dapat dianggap bahwa kualitas audit yang baik itu adalah pelaksanaan audit yang mendasarkan pada pelaksanaan Value For Money (VFM) audit yang dilakukan secara independen, keahlian yang memadai, judgment dan pengalaman.
VFM audit menurut Mardiasmo (2000) merupakan ekspresi pelaksanaan lembaga sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen dasar yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas.
• Ekonomi: pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang termurah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value
• Efisiensi: tercapainya output yang maksimum dengan input tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja yang telah ditetapkan
• Efektivitas: menggambarkan tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output (target/result).

E. PERBANDINGAN KUALITAS AUDIT PUBLIC SECTOR DAN PRIVATE
SECTOR.

Berdasarkan hasil penelitian Brown & Raghunandan (1995) menyebutkan bahwa kualitas audit pada sektor publik, didasarkan pada Quality Control Reviews yang dilakukan oleh Regional Inspector Generals (RIGs) adalah lebih rendah dibandingkan dengan kualitas audit pada sektor swasta (private sector), didasarkan pada Peer Review untuk anggota dari SEC Practice Section of the AICPA (SECPS). Rendahnya kualitas audit pada auditor pemerintah, menurut Brown & Reghunandan, karena mereka dihadapkan pada litigation risk yang rendah Tetapi hasil temuan tersebut masih perlu dilakukan pengujian kembali, karena kemungkinan perbandingan tersebut tidak akan menghasilkan kesimpulan yang sama jika dilakukan pada lingkungan yang berbeda (misalnya lingkungan negara atau daerah yang berbeda). Perbedaan tersebut kemungkinan dikarenakan :
1. Tipe perusahaan audit dan yang diaudit (Auditor firm & Auditee) yang berbeda
2. Sifat industri dan proses audit yang berbeda
3. Tipe dari kualitas yang melakukan review
4. Dan metode pemilihan audit untuk melakukan review
Pada Tabel 1 menggambarkan perbandingan Government quality control program peer review untuk anggota SECPS menurut Randal J.Elder (1997). Perbandingan tersebut dimaksudkan untuk menjelaskan mengapa kualitas audit yang dilaporkan Governmental Sector lebih rendah.

Tabel.1 Perbandingan Governmental Quality Control Review dan SECPS Peer Review.
Element of Process Federal Programs Quality Control Review SECPS Peer Review
Audit Firms
Auditees
Nature of industry

Nature of audit
Quality reviewer
Selection process Primarily non Big 6 firms
Governmental entities
Specialized accounting

Compliance
Government regulator
Risk based selection Primarily Big 6 firms
Public companies
Mix of specialized and non-specialized industries
Financial
CPA Firm
Required for all firms
Sumber : Randal J.Elder. Accounting Horizon Vol.11 No.1 March 1997

Agar kepercayaan masyarakat akan hasil laporan audit atau hasil pemeriksaan tidak berkurang bahkan mungkin hilang, maka kualitas audit tersebut perlu ditingkatkan. Alasan lain meningkatkan kualitas audit adalah (Elder,1997) :
1. bahwa auditor sekarang lebih perhatian terhadap isu-isu yang berhubungan dengan kualitas audit untuk non federal audits
2. Untuk dapat menghadapi risiko yang mungkin muncul dari pelaksanaan kegiatan
3. Perlunya petunjuk tambahan untuk pelaksanaan audit.
Untuk dapat meyakinkan apakah hasil laporan audit tersebut dapat dipercaya, maka pelaksanaan audit tersebut perlu mempertimbangkan masalah kualitas audit dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit. Kualitas audit menurut De Angelo (1981) mendefinisikan bahwa kualitas audit sebagai probabilitas seorang auditor dapat menemukan dan melaporkan suatu penyelewengan dalam sistem akuntansi klien. Probabilitas dari penemuan suatu penyelewengan tersebut tergantung pada kemampuan teknikal auditor dan probabilitas dari pelaporan kesalahan tergantung pada independensi auditor.
Pada sektor publik berarti kualitas audit adalah probabilitas seorang auditor atau pemeriksa (dalam hal ini di Indonesia adalah BPKP) dapat menemukan dan melaporkan suatu penyelewengan yang terjadi pada suatu instansi atau pemerintah (baik pusat maupun daerah). Probabilitas dari temuan dan penyelewengan tergantung pada kemampuan teknikal pemeriksa (BPKP) dan probabilitas pelaporan kesalahan tergantung pada independensi pemeriksa dan kompetensi pemeriksa tersebut untuk mengungkapkan penyelewengan. Untuk dapat meningkatkan kualitas audit maka perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit tersebut.

F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AUDIT
Probabilitas seorang auditor atau pemeriksa menemukan penyelewengan, umumnya diasumsikan oleh peneliti adalah positip dan tetap dengan anggapan bahwa semua auditor mempunyai kemampuan teknis dan independen, dan ini merupakan kunci dari permasalahan kualitas audit.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Deis dan Giroux (1992) yang melakukan investigasi tentang determinan dari kualitas audit oleh Independen CPA firm di Texas pada Audits of Independen School District. Study ini menganalisa temuan-temuan Quality Control Review (QCR) yang diperoleh melalui pengukuran langsung secara relatif atas kualitas audit. Deis & Giroux menjelaskan adanya dua variabel yang mempengaruhi kualitas audit, dari dua variabel tersebut dia melahirkan 4 hipotesis, yang menyatakan korelasinya dengan kualitas audit yaitu:
1. Tenure adalah lamanya waktu auditor tersebut telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu unit/unit usaha/perusahaan atau instansi. Peneliti berasumsi bahwa semakin lama dia telah melakukan audit, maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah. Karena auditor menjadi kurang memiliki tantangan dan prosedur audit yang dilakukan kurang inovatif atau mungkin gagal untuk mempertahankan sikap professional skepticism.
2. Jumlah klien. Peneliti berasumsi bahwa semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik. Karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya.
3. Ukuran dan kekayaan atau kesehatan keuangan klien juga berkorelasi dengan kualitas audit. Dan korelasinya menunjukkan hubungan yang negatif, dengan asumsi bahwa semakin sehat keuangan klien, maka ada kecendrungan klien tersebut untuk menekan auditor untuk tidak mengikuti standar. Kemampuan auditor untuk bertahan dari tekanan klien adalah tergantung pada kontrak ekonomi dan kondisi lingkungan dan gambaran perilaku auditor, termasuk di dalamnya adalah : (a) pernyataan etika profesional, (b) kemungkinan untuk dapat mendeteksi kualitas yang buruk, (c) figur dan visibility untuk mempertahan profesi, (d) Auditing berada (menjadi) anggota komunitas profesional, (e) tingkat interaksi auditor dengan kelompok Professional Peer Groups, dan (f) Normal internasional profesi auditor
4. Kualitas audit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga.
Penelitian mengenai kualitas audit pada sektor swasta (private sector) dilakukan oleh Clive S.Lennox (1999), Nichols & Smith (1983), Eichenseher et al (1989), Francis & Wilson (1988), Johnson & Lys (1990), Defond (1992), Firth & Smith (1992) dan banyak lagi, pada intinya para peneliti tersebut menyatakan bahwa kualitas audit berhubungan dengan ukuran perusahaan audit. Perusahaan audit yang besar akan menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan audit yang lebih kecil.
Berdasarkan hasil penelitian Ramy Elitzur & Haim Falk (1996) menyatakan bahwa :
1. Ceteris paribus, auditor independen yang efisien akan merencakan tingkat kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan independen auditor yang kurang efisien
2. Audit fees yang lebih tinggi akan merencanakan audit kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan audit fees yang lebih kecil.
3. Tingkat kualitas audit yang telah direncakan akan mengurangi over time dalam pemeriksaan.
Dari beberapa hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit adalah :
1. Tenure
2. Jumlah klien
3. Kesehatan keuangan klien
4. Adanya pihak ketiga yang akan melakukan review atas laporan audit.
5. Independen auditor yang efisien
6. Level of Audit fees
7. Tingkat perencanaan kualitas audit.

G. BEBERAPA KARAKTERISTIK UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS AUDIT

Kualitas audit dinilai melalui sejumlah unit standardisasi dari bukti audit yang diperoleh oleh auditor eksternal, dan kegagalan audit dinyatakan juga sebagai kegagalan auditor independen untuk mendeteksi suatu kesalahan material. Untuk meningkatkan kualitas audit maka kita harus memperhatikan beberapa hal seperti:
1. Perubahan accounting requirements terhadap Legislation dan Statements of Standard Accounting Practice.
2. Perubahan lingkungan bisnis
3. Meningkatkannya kompleksitas dari sistem akuntansi yang menggunakan komputer.
Oleh karena itu para praktisi audit harus mengerti dengan baik apa yang membuat suatu audit itu berkualitas. Dan berdasarkan hasil survey dari 93 audit pemerintah yang dilakukan oleh American Institute of CPAs Federal assistance audit quality mengidentifikasikan sejumlah atribut umum yang berhubungan dengan kualitas audit. Dari atribut tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas audit. Atribut atau karakteristik menurut Aldhizer et al (1995) yang berkaitan dengan kualitas audit adalah :
1. Knowlegde of the industry
a. Average hours of biennial government auditing continuing professional education earned by the audit team
b. Average percentage of time the partner spent on federal financial assistance audits in the current year
c. Average percentage of time spent on federal financial assistance audits by the audit team in the current year (partner, manager and in-charge auditor)
d. Average percentage of time spent on federal financial assistance audits by the audit team in the last three year
e. Percentage of firm business relating to federal financial assistance audits

2. Familiarity with industry authoritative literature

3. Audit hours and audit fees
a. Manager time as a percentage of total audit hours
b. Hours spent by the audit team on the audit
c. Total audit fees

4. Whether the in-charge auditor was a CPA

5. General audit knowledge and experience
a. Hours of accounting and auditing CPE by the in-charge auditor
b. Percentage of total time spent doing audits by the audit team
c. Whether the audit firm derived at least 10% of its business from audits not related to federal financial assistance
d. Average hours of accounting and auditing CPE earned by the audit team

6. Firm quality control commitment
a. Whether the audit report and work papers received a second partner review
b. Whether the firm received on unqualified or qualified peer or quality review
c. Whether the audit firm had a peer or quality review in the last three years
d. Whether responsibility for monitoring CPE for staff auditors (below the in-charge level) was independent of the audit team and centralized.

7. The time needed to complete the audit (firm beginning of fieldwork to the audit report date).

Dari Atribut atau karakteristik di atas maka langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas audit adalah:
1. Perlunya melanjutkan pendidikan profesionalnya bagi suatu tim audit, sehingga mempunyai keahlian dan pelatihan yang memadai untuk melaksanakan audit.
2. Dalam hubungannya dengan penugasan audit selalu mempertahankan independensi dalam sikap mental, arinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Sehingga ia tidak dibenarkan memihak pada kepentingan siapa pun.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan, auditor tersebut menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama, maksudnya petugas audit agar mendalami standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan dengan semestinya. Penerapan kecermatan dan keseksamaan diwujudkan dengan melakukan review secara kritis pada setiap tingkat supervisi terhadap pelaksanaan audit dan terhadap pertimbangan yang digunakan.
4. Melakukan perencanaan pekerjaan audit dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten maka dilakukan supervisi dengan semestinya. Kemudian dilakukan pengendalian dan pencatatan untuk semua pekerjaan audit yang dilaksanakan di lapangan.
5. Melakukan pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern klien untuk dapat membuat perencanaan audit, menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan
6. Memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
7. Membuat laporan audit yang menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau tidak. Dan pengungkapan yang informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, jika tidak maka harus dinyatakan dalam laporan audit.
8. Pada sektor publik melakukan VFM audit, yaitu melakukan audit kinerja yang mencakup:
a. Audit tentang ekonomi dan efisiensi yang bertujua untuk menentukan apakah suatu entitas telah memperoleh, melindungi dan menggunakan sumber daya secara hemat dan efisien, dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan efisiensi.
b. Audit program yang mencakup penentuan tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan atau manfaat yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau badan lain yang berwenang, menentukan efektivitas kegiatan entitas, pelaksanaan program, kegiatan atau fungsi instansi yang bersangkutan, dan menentukan apakah entitas yang diaudit telah mentaati peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan program/kegiatan.





[Review]
Kualitas audit adalah probabilitas seorang auditor atau akuntan pemeriksa menemukan penyelewengan dalam sistem akuntansi suatu unit atau lembaga, kemudian melaporkannya dalam laporan audit. Probabilitas menemukan adanya penyelewengan tergantung pada kemampuan teknikal dari auditor tersebut yang dapat dilihat pada pengalaman auditor, pendidikan, profesionalisme dan struktur audit perusahaan. Sedangkan probabilitas melaporkan penyelewengan tersebut dalam laporan audit tergantung pada independensi auditor dalam menjaga sikap mentalnya.
Kualitas audit pada sektor publik lebih rendah dibandingkan dengan kualitas audit pada sektor swasta. Rendahnya kualits audit pada auditor pemerintah, menurut Brown & Raghunandan, karena mereka dihadapkan pada litigation risk yang rendah. Dan perbedaan tersebut kemungkinan dikarenakan:(1) tipe auditor firm dan auditee yang berbeda, (2) sifat industri dan proses audit yang berbeda, (3) tipe kualitas yang melakukan review, dan (4) metode pemilihan audit untuk melakukan review yang berbeda.
Berdasarkan beberapa penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit adalah : (1) Tenure yaitu lamanya waktu (jumlah tahun) auditor tersebut telah melakukan pemeriksaan suatu unit atau instansi, (2) Jumlah klien, (3) Size dan kesehatan kuangan klien, (4) Adanya pihak ketiga yang akan melakukan review atas laporan audit, (5) Independen auditor yang efisien, (6) level of audit fees, (7) tingkat perencanaan kualitas audit.
Sedangkan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas audit adalah (1) Meningkatkan pendidikan profesionalnya, (2) mempertahankan independensi dalam sikap mental, (3) Dalam melaksanakan pekerjaan audit, menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama, (4) Melakukan perencanaan pekerjaan audit dengan baik, (5) memahami struktur pengendalian intern klien dengan baik, (6) memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten, (7) Membuat laporan audit yang sesuai dengan kondisi klien atau sesuai dengan hasil temuan, (8) melakukan VFM audit.

Sumber:
www.freewebs.com/nasrullah_djamil/KualitasAudit.doc

Etika Profesi dan Kode Etik Akuntan

Sebelum membahas mengenai etika profesi dan kode etik akuntan,ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan etika itu sendiri. Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika adalah suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.Dalam perannya sebagai mahluk social, manusia membutuhkan suatu cara baik dalam bergaul, bertutur kata, maupun dalam segala hal yang berkaitan dengan sosialisasi. Karena itu, manusia membutuhkan etika dalam setiap perjalanan kehidupan sosialnya. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Etika merupakan refleksi dari apa yang disebut dengan “self control“, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok itu sendiri.

Setelah kita mengetahui apa pengertian dari etika, maka sekarang kita akan membahas apa itu etika profesi. Menurut Murtanto dan Marini (2003), Etika Profesi merupakan karakteristik dari suatu profesi yang membedakannya dengan profesi yang lain, yang berfungsi sebagai pengatur tingkah laku para anggota dari profesi tersebut. Sedangkan menurut Keiser dalam (Suhrawardi Lubis, 1994: 6-7, Etika Profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan ketertiban penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.

Suhrawadi Lubis (1994: 13) menyatakan bahwa yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika dalam kode etik profesi antara lain :
a. Standar-standar etika, yang menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada l lembaga dan masyarakat umum.
b. Membantu para profesional dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat dalam mengahadapi dilema pekerjaan mereka.
c. Standar etika bertujuan untuk menjaga reputasi atau nama para profesional.
d. Untuk menjaga kelakuan dan integritas para tenaga profesi.
e. Standar etika juga merupakan pencerminan dan pengharapan dari komunitasnya, yang menjamin pelaksanaan kode etik tersebut dalam pelayanannya.
f. Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya.
g. Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi.
h. Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya.

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.

Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Dengan demikian tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri.

Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas kehendak sendiri), dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah dicantumkan.

Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter, guru, pustakawan, pengacara, akuntan, dsb. Pelanggaran kode etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk Ikatan Dokter Indonesia terdapat Kode Etik Kedokteran. Bila seorang dokter dianggap melanggar kode etik tersebut, maka dia akan diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia, bukannya oleh pengadilan.

Sifat dan orientasi kode etik hendaknya singkat; sederhana, jelas dan konsisten; masuk akal, dapat diterima, praktis dan dapat dilaksanakan; komprehensif dan lengkap; dan positif dalam formulasinya. Orientasi kode etik hendaknya ditujukan kepada rekan, profesi, badan, nasabah/pemakai, negara dan masyarakat. Kode etik diciptakan untuk manfaat masyarakat dan bersifat di atas sifat ketamakan penghasilan, kekuasaan dan status. Etika yang berhubungan dengan nasabah hendaknya jelas menyatakan kesetiaan pada badan yang mempekerjakan profesional.

Kode etik digawai sebagai bimbingan praktisi. Namun demikian hendaknya diungkapkan sedemikian rupa sehingga publik dapat memahami isi kode etik tersebut. Dengan demikian masyarakat memahami fungsi kemasyarakatan dari profesi tersebut. Juga sifat utama profesi perlu disusun terlebih dahulu sebelum membuat kode etik. Kode etik hendaknya cocok untuk kerja keras. Sebuah kode etik menunjukkan penerimaan profesi atas tanggung jawab dan kepercayaan masyarakat yang telah memberikannya.

Kode etik untuk profesi dalam bidang akuntansi telah disusun dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Menurut Mulyadi (2001), kode etik akuntan Indonesia memuat 8 prinsip etika yakni:
• Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
• Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
• Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
• Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
• Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
• Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
• Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

credit:
http://hestibluggy.blogspot.com/2011/10/teori-etika.html
http://windy05.blogspot.com/2008/05/sifat-kode-etik-profesional.html
http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/06/29/kode-etik-akuntan/

Adat dan Kebiasaan Masyarakat Korea





Sebelum berkunjung Korea Selatan, lebih baiknya kita mengetahui adat dan kebiasaan orang di Korea Selatan.
Dengan mengetahui adat kebiasaan tersebut, maka kita akan lebih mudah beradaptasi terutama pada tahap awal kedatangan di sana.
Inilah beberapa kebiasaan masyarakat Korea Selatan :

• Saat pertama datang, biasanya kita akan disuguhkan minuman beralkohol sebagai penghargaan (Welcome Drink). Untuk menghadapinya, kita bisa menerima dahulu minuman tersebut baru kemudian diletakan dan kemudian minta minuman ringan lainnya. Minuman beralkohol merupakan hal yang biasa di Korea baik untuk pria maupun wanita.
• Orang Korea bertemperamen tinggi, kasar sehingga untuk mendisiplinkan orang asing sering dengan bicara yang sangat keras seperti orang marah, diselingi makian dan kadang tangan memegang atau mendorong kepala kita dimana hal tersebut dianggap hal biasa.
• Makanan yang disantap orang Korea umumnya banyak yang mengandung Babi.
• Makan di dalam kamar merupakan hal yang tabu, karena dipercayai membuat rejeki tidak akan masuk atau menjauhkan dari rejeki.
• Korea adalah negara yang sangat beretika, oleh karenanya sopan santun antara atasan dan bawahan sangat perlu dijaga.
• Dalam berhadapan dengan pimpinan dan orang yang dihormati, saat pertama kali bertemu harus memberikan salam dengan baik sambil menunduk 45 derajat.
• Dalam menerima atau menyerahkan sesuatu harus selalu dengan dua tangan.
• Selalu mengucapkan terima kasih sewaktu menerima sesuatu atau bantuan.
• Selalu membiasakan diri memberi salam, selamat datang, selamat tinggal, selamat bekerja.
• Tidak merokok di bus, mobil, subway, taksi, di tempat bekerja, di depan orang tua dan di tempat dilarang merokok lainnya.
• Meminta maaf ketika salah tanpa harus memperbanyak alasan.
• Mengakui kesalahan dengan sportif.
• Membiasakan antri dan tidak bergerombol apalagi berisik.
• Merupakan hal yang biasa bagi orang Korea menegur atau membentak, kadang memaki bawahannya langsung saat itu juga bila melakukan kesalahan sekecil apapun.
• Selesai marah atau dimarahi, orang Korea tidak menyimpan dendam di hati, persoalan berhenti sampai saat itu juga.
• Saling membantu antara junior dan senior.
• Sewaktu makan jangan mengeluarkan suara yang keras yang bisa mengganggu orang lain dan tidak boleh menggunakan tangan, tetapi harus dengan sumpit atau sendok makan.
• Orang Korea sudah terbiasa dengan minum-minuman keras sebagai pelepas stress, membina persahabatan dan untuk kesehatan.
• Sebagian besar masyarakat Korea mempunyai pandangan bahwa bila kita minum bersama sampai mabuk maka tidak ada rahasia lagi di antara mereka dan mereka akan saling percaya dan bersahabat.
• Untuk menghilangkan stress dan penat mereka juga biasa pergi ke Cafe atau bar untuk minum.
• Masyarakat Korea mempunyai sikap disiplin yang tinggi dan rajin bekerja.
• Orang Korea terbiasa taat pada atasan, sigap, cepat dan menunjukkan kerja yang baik.




credit: KASKUS

TOEFL History

The Test of English as a Foreign Language (TOEFL (pronounced /ˈtoʊfəl/ TOH-fəl)) is the standardized test by which the English-language skills of non-native speakers are evaluated. The test is required by most colleges and some employers to make sure students and employees are capable of handling the linguistic challenges of cultural immersion. The test is designed by the Center for Applied Linguistics and administered by the Educational Testing Service.

Background
1. Based in Washington, D.C., the Center for Applied Linguistics (CAL) is a nonprofit organization committed to researching the relationship between language and culture. Founded in 1959, its first director was Charles A. Ferguson (1921-1998), who had administered similar programs in the Middle East and taught as a professor at Harvard University. Ferguson guided the center to develop practical solutions for the applied language and literacy concerns of international and national governments.

Origin
2. One of Ferguson's earliest projects was to develop a test that would quantify the command of the language that ESL (English-as-a-Second-Language) students and government employees had. Ferguson and fellow applied linguistics researchers developed the TOEFL test for the first five years of the CAL. In 1964, the first official TOEFL test was taken at the center.

Development
3. Since the late 1960s, the TOEFL test has been administered by the Educational Testing Service (ETS), an international standardized-testing organization. According to ETS, between 1964 and 2008, 24 million people, largely international students, have taken the test. Introduced in 2005, the Internet-based test has replaced the computer-based and paper-based formats, with the computer-based results ruled no longer valid as of 2006.

Organization
4. Since the early 1970s, the 15-member TOEFL board has dealt with specific problems regarding the organization. This board is comprised of educators and government and industry representatives who are involved in international education. A board of 12 language specialists form the TOEFL Committee of Examiners, which addresses any concerns with the test's content and methodology, keeping the test valid.

Composition of Test
5. Since 1998, the paper test has been made up of 30 listening-based questions, 40 "written-expression" questions, 50 reading-comprehension questions, and a 300-word essay. The Internet-based test includes four sections: answering questions on a 700-word passage and questions on 30 minutes of an audio sample, as well as six speaking and written-composition tasks. The Internet-based test has also implemented tables and other formats into the test.


Menurut saya TOEFL sangat diperlukan untuk mengetahui atau mengevaluasi kemampuan seseorang dalam berbahasa Inggris, seperti kemampuan untuk membaca, mendengarkan, berbicara, dan menulis dalam bahasa Inggris dengan menggunakan struktur yang benar.
Tes ini sangat menentukan kualitas seseorang, karena dewasa ini hampir semua lembaga pendidikan terutama mereka yang menyediakan fasilitas beasiswa ke luar negeri dan perusahaan baik local maupun asing, mencari orang-orang yang mampu atau fasih berbahasa Inggris. Tidak tanggung-tanggung mereka memasang syarat minimal nilai TOEFL 550.

Bisa dibayangkan, bagaimana sulitnya mencari pekerjaan di era global ini….

Sumber : http://www.ehow.com/about_6628612_toefl-history.html
http://en.wikipedia.org/wiki/TOEFL